20 Januari 2024

Ada saatnya MELAWAN - 04 - Hadzihi akhlaquna

04 Ada saatnya melakukan Perlawanan

الإنتصار


الذين اذا اصابهم البغي هم ينتصرون

"Apabila mereka dianiaya, mereka dapat mempertahankan (menolong) diri mereka sendiri."

إن صفة التوازن التي تميز بها ديننا 

Bahwa sifat seimbang yang merupakan karakteristik agama kita adalah

تجعل المؤمن في بعض المواطن مُتَواضِعاً متسامِحاً؛ يعفو ويصفح 

menjadikan orang mukmin dalam kondisi-kondisi tertentu untuk bersikap tawadhu dan toleran, memaafkan, dan memberi ampunan.

وإذا ما غضب يغفر

Apabila marah, ia segera meminta ampun.

وفي مواطن أخرى تجده أبياً حريصاً على مروءته

Dalam kondisi lain, mereka dapat menjadi orang yang keras dan kuat dalam menjaga harga dirinya,

مطالباً بحقه مقتصاً من ظالمه منتصراً من المسيء إليه

gigih dalam memperjuangkan haknya, berusaha menjauhi sifat kezalimannya, dan berusaha melawan orang yang menyakitinya.

فمتى يكون الانتصار؟

Oleh karena itu, kapan kita harus melawan?

يوضح ابن العربي جواب هذا التساؤل بقوله

Ibnu Arabi menjelaskan jawaban pertanyaan di atas dengan berkata,

أن يكون الباغي معلناً بالفجور، وقحاً في الجمهور، مؤذياً للصغير والكبير، فيكون الانتقام منه أفضل

Apabila penindas melakukan kejahatannya secara terang- terangan, tidak malu terhadap masyarakat, dan menindas anak- anak serta orang dewasa. Dalam kondisi itu. melawan mereka adalah lebih baik.

ويصف الحالة المقتضية للعفو فيقول

Pilihan memaafkannya adalah lebih baik, apabila ia menyesali perbuatannya.

أن تكون الفلتة، أو يقع ذلك ممن يعترف بالزلة ويسأل المغفرة، فالعفو هاهنا أفضل

Jika orang yang melakukannya merasa bersalah atas perbuatannya kemudian ia meminta ampunan, maka memaafkannya adalah lebih baik."

وأكد هذا المعنى الكيّا الطبري في أحكامه

Kemudian Imam Thabari menegaskan makna yang terperinci dalam kitab Ahkam-nya

ووافق ابنَ العربي في أن أفضلية الانتصار

Hal senada juga diungkapkan oleh Ibnu Arabi bahwa melawan mereka lebih baik.

تُفهم من قول إبراهيم النخعي عن السلف

Hal itu dipahami dari konteks perkataan Imam an-Nakh'i yang meriwayatkan dari para salaf

كانوا يكرهون أن يذلوا أنفسهم فتجترئ عليهم الفساق

"Mereka tidak suka merendahkan dirinya sehingga apabila dibiarkan, maka orang-orang fasik akan semakin berani

وخصص العفو فيما إذا كان الجاني نادماً مقلعاً

Memaafkan mereka dapat dilakukan apabila si pelaku menyesali perbuatannya dan menghentikannya. 

وقد استحسن القرطبي هذا التفصيل وأقره

Imam Qurtubi merasa kagum dengan penjelasan tersebut dan menyetujuinya.

وحمل الغفران على غير المصرّ

Adapun Imam al-Ghufran menafsirkan bahwa memaafkan itu khusus bagi orang yang tidak terus-menerus melakukannya.

وقال : فاما المصرّ على البغي والظلم فالافضل الانتصار منه

Ia berkata, "Orang yang selalu melakukan penindasan dan kezaliman, maka melawan mereka adalah lebih baik." - Tafsir Al Qurtubi 16/39


ومما ذكره القرطبي في تفسير قوله تعالى

Imam al-Qurtubi ketika menafsirkan firman-Nya,

وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ البغيُ هم يَنتَصرون ﴾ [الشورى: ٣٩]

"Dan mereka apabila ditimpa aniaya, dapat mempertahankan (menolong) diri sendiri." (asy-Syuraa [42]: 39)

هو عام في بغي كل باغ من كافر وغيره

menjelaskan bahwa makna ayat tersebut adalah umum, mencakup semua penindas, baik ia orang kafir maupun lainnya.

أي إذا نالهم ظلم من ظالم لم يستسلموا لظلمه

Artinya, apabila mereka mendapatkan kezaliman dari seorang zalim, mereka tidak akan menyerah pada kezaliman tersebut."

 وبعد أن عرض القرطبي جملة من الأقوال علّق قائلاً

Setelah Al-Qurtubi menyampaikan beberapa hadis, beliau memberikan komentarnya, dengan mengatakan:

وبالجملة العفو مندوب إليه، ثم قد ينعكس الأمر في بعض الأحوال

Singkatnya, memaafkan diberikan kepadanya, dan kemudian dalam keadaan tertentu keadaannya bisa terbalik,

فيرجع ترك العفو مندوباً إليه

maka tidak memaafkan diberikan kepadanya.

وذلك إذا احتيج إلى كفّ زيادة البغي وقطع مادة الأذى، وعن النبي ﷺ ما يدل عليه

Ini jika diperlukan untuk menghentikan pelanggaran lebih lanjut dan menghilangkan zat berbahaya, dan ada bukti dari Nabi, damai dan berkah Allah besertanya.

واستدل بحديث انتصار عائشة من زينب -رضي الله عنهما- وسيأتي تفصيله

Dia menggunakan hadits kemenangan Aisyah atas Zainab - r.a senanglah dengan keduanya - dan detailnya akan muncul.

جاء في تفسير الآية ﴿ وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُم يَنتَصِرُونَ وجزاء سيئةٍ سيئةٌ مثلُها .. [الشورى: ٣٩، ٤٠]

Dalam penafsiran ayat, "...Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar), karena sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada nikmat)."  Qs. 42 Asy- Syuraa 39-40

أي: ينتقمون ممّن بغى عليهم ولا يستسلمون لظلم المعتدي

Disebutkan, berarti mereka melakukan pembalasan kepada orang yang telah menindasnya dan tidak menyerah atas kezalimannya.

قال أبو السعود : هو وصف لهم بالشجاعة بعد وصفهم بسائر الفضائل

Abu Su'ud berkata, "Ia menggambarkan mereka sebagai orang-orang yang mempunyai keberanian selain sifat terpuji lainnya.

وهذا لاينافي وصفهم بالغفران

Ini tidak berarti bertentangan dengan sifat mereka sebagai pemaaf,

فإن كلاّ في موضعه محمود

karena kedua sifat tersebut bila ada pada tempatnya merupakan sifat terpuji.

وجزاء سيئةٍ سيئةٌ مثلُها

Membalas suatu kesalahan hendaklah dengan seimbang.

أي : وجزاء العدوان أن ينتصر ممّن ظلمه من غير أن يعتدي بالزيادة

Artinya, balasan penindasan adalah membalasnya setimpal dengan kezaliman yang dilakukannya dan tidak boleh berlebihan.

قال الإمام الفخر - لمّا قال الله تعالى

Imam Fahrudin ar-Razi berkata ketika mengomentari ayat

وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُم البغي هم ينتصرون

"Dan mereka apabila ditimpa aniaya, dapat mempertahankan (menolong) diri sendiri,"

أردفه بما يدل على أن ذلك الانتصار يجب أن يكون مُقيداً بالمثل دون زيادة

memberikan hal sama yang berarti bahwa perbalasan harus dibatasi. Dengan syarat, setimpal dan tidak boleh melebihinya,

وإنّما سمّى ذلك سيئة لأنها تسوء من تنزل به

dan hal itu disebut sebagai keburukan karena menyakiti orang yang telah melakukan kejahatan.

Tafsir As-shafwa At-tafasir 3/143

ولما استفتي الإمام مالك في قول سعيد بن المسيب : ( لا أحلّل أحداً)

Imam Malik ketika diminta fatwa tentang perkataan Imam Sa'id bin Musayib "bahwa aku tidak menghalalkan siapa pun,"

وجّه هذا القول في : عدم التجاوز عن الرجل الظالم

menjelaskan bahwa ucapan itu diarahkan pada larangan membalas orang zalim secara berlebihan.

فقال: لا أرى أن يجعله من ظلمه في حلّ

Ia berkata, "Aku tidak melihat kezalimannya untuk dibiarkan."

وعلّل ابن العربي فتوى مالك بقوله

Ibnu Arabi memberikan alasan atas fatwa Imam Malik tersebut,

إن كان ظالماً فمن الحق الا نتركه لئلا تغترّ الظلمة ويسترسلوا في أفعالهم القبيحة

Apabila ia seorang zalim, maka sebaiknya jangan dibiarkan agar kezalimannya tidak merajalela dan perbuatannya menebarkan akhlak yang buruk. -Perkataan imam malik - Tafsir Al Qurtubi 16/42-43

ويؤكد الصاوي في حاشيته على الجلالين هذا المعنى فيقول

Ashawi menegaskan makna ini dalam kitab Hasyiyah Jalalain- nya,

من مكارم الأخلاق التجاوز والحلم عند حصول الغرض، ولكن يشترط أن يكون الحلم غير مخل بالمروءة -

"Sebagian akhlak mulia adalah membiarkan dan bersikap lembut ketika seseorang telah melakukan sesuatu, tetapi dengan syarat sikap lembutnya tidak sampai merusak harga dirinya ...

وأما إذا انتهكت حرمات الله فالواجب حينئذ الغضب لا الحلم

Sebab, jika ia melanggar larangan Allah, maka sikap yang wajib diambil adalah marah, bukan berlaku lemah lembut lagi."

وعليه قول الشافعي : من استغضب فلم يغضب فهو حمار

Untuk hal ini Imam Syafi'i berkata, "Barangsiapa yang dituntut marah tapi ia tidak marah, maka ia adalah keledai."

وقال الشاعر: وحِلم الفتى في غير موضعه جهل

Juga perkataan syair, "Bersikap lembut pada seorang pemuda yang bukan pada tempatnya adalah kebodohan." Tafsir As-shafwa At-tafasir 3/143

وفي تفسير قوله تعالى : لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إلا مَن ظُلم ... [ النساء : ١٤٨]

Dalam menafsirkan firman Allah, "Allah tidak menyukai berterus terang dengan perkataan yang buruk, kecuali dari orang-orang yang teraniya." (an-Nisaa [4]: 148)

نقل القرطبي في تفسير الآية على قراءة من قرأ (إلا من ظلم )

Al-Qurtubi telah menukil perkataan Abu Ishaq az-Zujaz dalam menafsirkan ayat "Kecuali dari orang- orang yang teraniya," dengan cara membaca lainnya.

قولَ أبي إسحاق الزجاج : يجوز أن يكون المعني : إلا من ظَلَم فقال سوءاً فإنه ينبغي أن تأخذوا على يديه

Dijelaskan bahwa makna ayat tersebut boleh juga berarti, "Kecuali orang yang berbuat zalim kemudian ia berkata buruk, maka sebaiknya kalian harus menghentikannya."

وعلق القرطبي قائلاً : قلت : ويدل على هذا أحاديث منها قوله ﷺ

Al-Qurtubi mengomentarinya, "Makna ini diperkuat oleh hadits-hadits Nabi ﷺ lainnya, antara lain,

خذوا على أيدي سفهائكم

Hentikanlah kezaliman yang dilakukan orang-orang sufaha (bodoh).

وقوله ( انصر أخاك ظالماً أو مظلوماً)

Sabda beliau yang lainnya, "Tolonglah saudaramu, baik ia orang yang zalim maupun orang yang dizalimi.

قالوا: هذا ننصره مظلوماً فكيف ننصره ظالما؟ قال و تكفه عن الظلم

Mereka bertanya, "Yang ini kami tolong karena mereka dizalimi, tetapi bagaimana kami harus menolong orang yang zalim?, Rasulullah menjawab, Engkau harus mencegahnya berbuat zalim. Hr. Bukhari - tafsir Al Qurtubi 6/4

وفي حديث طويل تنتدب نساء النبي ﷺ السيدة زينب رضي الله عنها لطلب مساواتهن بالسيدة عائشة رضي الله عنها؛

Dalam sebuah hadits panjang diceritakan bahwa istri-istri Rasulullah membujuk Zainab r.a. untuk meminta disamakan dengan Aisyah r.a.

إذ كن يشعرن أن لها في قلبه منزلة ليست لغيرها

Mereka merasa bahwa Aisyah mendapatkan kedudukan khusus dalam hati Rasulullah yang tidak didapatkan oleh yang lainnya.

وكن يرين هدايا الناس تأتي أكثر ما تأتي حين يكون في بيت عائشة

Mereka melihat hadiah yang diberikan masyarakat kepada beliau lebih banyak ketika berada di rumah Aisyah r.a.

واستطالت زينب على عائشة بالكلام وعائشة تنظر إلى رسول الله ﷺ تقول

Zainab berhasil memojokkan Aisyah dengan perkataannya. Saat itu, Aisyah melihat Rasulullah, Ia berkata

 حتى عرفت ان رسول الله ﷺ لا يكره أن انتصر

"Agar aku tahu bahwa Rasulullah tidak membenci jika aku melawan..." Hr. Muslim 83/2442

وفي رواية حتى قال النبي ﷺ : (دونك فانتصري) فاقبلتُ عليها حتى رأيتها وقد يبس ريقها في فِيها

Dalam riwayat lain, sehingga Nabi saw. bersabda, "Belalah dirimu dan balaslah!" kemudian aku membalasnya sehingga aku melihat Zainab telah basah dengan keringatnya.

ما تردّ عليّ شيئاً، فرأيت النبي ﷺ يتهلل وجهه

Ia tidak menjawab sedikit pun, dan aku melihat Rasulullah saw. berseri wajahnya." Hr. Ibnu Majjah 1661/1981

ولا يجوز للمنتصر أن يتعدى على أخيه المسلم بأكثر مما أساء إليه، ولا يحق له أن يغمطه حقه

Orang yang ingin membalas saudaranya tidak boleh melakukan pembalasannya itu melebihi penderitaan yang telah ia terima. Ia pun tidak boleh mengingkari haknya.

ففي رواية مسلم الحديث عائشة السابق تقول عائشة وفاءً لضرّتها التي كانت تساميها في المنزلة عند رسول الله ﷺ

Dalam riwayat Muslim dari hadits Aisyah tadi disebutkan, "Aisyah r.a. hanya membalas tuduhan yang menyebutkan bahwa ia mempunyai kedudukan lebih dalam pandangan Rasulullah.

ولم أر امرأة قط خيراً في الدين من زينب ؛

Ia berkata, 'Aku tidak melihat seorang wanita yang sangat baik dalam agamanya selain Zainab.

وأتقى واصدق حديثاً، وأوصل للرحم، وأعظم صدقة، وأشد ابتذالاً لنفسها في العمل الذي تصَّدَّق به وَتَقرَّب به إلى الله تعالى

Ia adalah wanita yang paling banyak sedekahnya. Wanita yang paling rajin bekerja yang hasilnya untuk disedekahkan dan wanita yang paling banyak mendekatkan diri kepada Allah,

ماعدا سَوْرةٍ من حِدَّة كانت فيها، تسرع منها الفيئة

kecuali kemarahannya yang keras yang dimanfaatkan oleh sebagian kelompok.  Hr. Muslim 2442

وذلك أدب النبوة فمع مبادأتها بالسّباب لم تتجاوز حد العدل، ولم تغفل عن أن تعذرها

Begitulah etika kenabian, walaupun ia memakinya ia tidak melewati batas keadilan dan tidak lupa untuk memaafkannya.

ويجب أن نفرق بين انتصارنا من أخينا الذي غلب خيره والانتصار من الظالم المصرّ أو الكافر المستكبر

Kita wajib membedakan antara melawan saudara kita yang kebaikannya lebih dominan (dibanding keburukannya) dengan melawan orang zalim yang bersikukuh pada kezalimannya atau orang kafir yang sombong.

وإذا توقعت أن انتصارك من اخيك المسيء إليك قد يزيد الشر

Apabila engkau mengira bahwa melawan saudaramu yang telah menyakitimu itu akan menambah keburukan,

ويوغل في التمادي وتفاقم الخطب، فاسدد أبواب الشيطان، وقدّر المصالح والمفاسد

membuat ia semakin menjadi-jadi, dan menambah kejahatannya, maka engkau harus menutup celah setan dan mempertimbangkan maslahat dan mudharatnya.

وفي سنن أبي داود حديث بهذا المعنى، فقد ورد أن رجلاً وقع بأبي بكر

Dalam Sunan Abu Daud dijelaskan bahwa ada sebuah hadits yang menjelaskan makna tersebut. Dijelaskan bahwa seorang lelaki telah mendatangi Abu Bakar r.a.,

فآذاه بحضرة النبي ﷺ ولمّا آذاه الثالثة انتصر منه أبو بكر، فقام رسول الله ﷺ حين انتصر أبو بكر

kemudian ia menyakitinya padahal Rasulullah berada di hadapannya. Pada saat ia menyakitinya untuk yang ketiga kali, Abu Bakar melawannya.

فقال أبو بكر: أوجدتَ عليّ يا رسول الله ! فقال رسول الله ﷺ : ونزل ملك من السماء يكذّبه بما قال لك

Pada saat Abu Bakar melawan, Rasulullah saw. berdiri. Abu Bakar bertanya, "Apakah engkau kecewa kepadaku, ya Rasulullah?"

Rasulullah saw. menjawab, "Malaikat telah turun dari langit mendustakan apa yang dikatakannya kepadamu.

فلمّا انتصرت وقع الشيطان، فلم أكن لأجلس إذ وقع الشيطان

Saat engkau melawan, setan datang (untuk memperuncing masalah). Maka, tidak mungkin aku duduk apabila setan datang. Hr. Abu Daud 4094/4897 hasan

قال الخطابي في شرح الحديث : إنما وقع الشيطان حين انتصر أبو بكر

Dalam menjelaskan hadits ini, al-Khatabi berkata, "Se- sungguhnya, setan itu ikut masuk ketika Abu Bakar melawan,

لأن انتصاره يغري صاحبه - سيما وقد بدا الشر منه بتكرير الإساءة بالتزيّد والتمادي

karena perlawanan Abu Bakar telah memancing kawannya untuk menambah kejahatannya dan tidak ingin menghentikannya.

فيكون ذلك سبباً في تفاقم الخطب

Hal itulah yang menyebabkan kejahatannya semakin bertambah. Al Khatabi 5/204

والمغلوب على أمره يتأسى بنوح عليه السلام حينما عجز عن قومه

Orang yang tidak berdaya untuk melawan, kondisinya sama seperti Nabi Nuh a.s. ketika ia tidak berdaya menghadapi kaumnya,

﴿ فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فانتصر ﴾ [القمر: ١٠ ]

"Maka dia mengadu kepada Tuhannya, 'Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku)." (al-Qamar [54]: 10)

أما القادر على الانتصار بقيوده وشروطه الشرعية

Adapun orang yang mampu melawan dengan batasan dan syarat-syaratnya yang sesuai dengan syariat", 

[-Catatan:  Kriteria dan syarat yang perlukan untuk melakukan perlawanan pada orang muslim yang zalim adalah apabila menahan diri itu dapat membuat ia semakin berani (berbuat jahat), atau apabila perbuatan zalimnya dilakukan secara terang- terangan dan semakin menjadi-jadi. Syarat lain adalah tidak boleh melebihi kejahatan yang telah ng telah dilakukannya dan jangan sampai perlawanannya dapat menimbulkan kejahatan yang lebih besar menurut perkiraan dan analisisnya-]

فلا عذر له في الخنوع والاستكانة للظالمين

maka ia tidak mempunyai alasan untuk tunduk dan tidak melawan orang-orang zalim.

فامِا قوله تعالى ﴿وَلَمَن صَبرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ ﴾ [الشورى: ٤٣]

Firman-Nya, "Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya, (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (asy-Syuraa [42]: 43)

فقد قال فيه القرطبي : ( هو محمول على الغفران عن غير المصرّ، فأما المصر على البغي والظلم فالافضل الانتصار منه )

Imam al-Qurtubi mengatakan, "Hal itu berarti dapat me- maafkan orang yang tidak bersikeras untuk melakukan kezaliman. Adapun orang yang bersikeras untuk melakukan penindasan dan kezaliman, maka tindakan yang lebih baik adalah melawannya." Tafsir Al Qurtubi 16/39

وأما كظم الغيظ فمستحسن ومندوب إليه بعد التمكن من الظالم والقدرة عليه

Sedang sikap menahan kemarahan sebaiknya memaafkan, dan dianjurkan untuk dilakukan setelah orang zalim itu dikuasainya.

وإذا عُلم صدق توبته، وندمه، أو أنها زلة منه لم يصر عليها، فالعفو عنه عندئذ هو الأولى

Apabila kesungguhan tobatnya jelas dan penyesalannya sungguh- sungguh karena merasa hina dengan perbuatannya sehingga ia berhenti, maka memaafkan (membiarkan)nya dalam kondisi seperti ini adalah lebih baik.

أما عفو الضعيف فهو عفو المكره المستضعف ولا فضيلة فيه

Adapun memaafkan orang lemah, yaitu memaafkan orang yang dipaksa dan tak berdaya, maka tidak ada manfaatnya.

إن إحياء خلق ( الانتصار) هام وضروري؛ لئلا تعتاد الأمة قبول الذل

Bahwa melakukan perlawanan adalah penting dan diperlukan agar umat tidak terbiasa mendapat perlakuan yang hina,

لا من فاسق يقهرها، ولا من كافر ينحرها

baik dari orang fasik yang ingin menguasai kita maupun dari orang kafir yang ingin menghancurkan kita.

لأن الأمة التي تعتاد السكينة أمام الظلم

Apabila umat Islam terbiasa diam di hadapan kezaliman

والوداعة أمام الخسف والعسف تفقد دافعية الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، وتنعدم فيها روح الجهاد

dan tidak peduli atas penindasan serta penganiayaan, maka motivasi untuk melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar akan hilang Semangat jihad pun akan mati.

فهل نحن منتصرون حين يلزم الانتصار ممن لا يرتدع إلا بالانتصار ؟

Apakah kita akan melakukan perlawanan ketika hal itu diperlukan khususnya pada orang-orang yang tidak jera kecuali dengan adanya perlawanan?


خلاصة هذا الفصل وعناصره

KESIMPULAN

الانتصار تكميل لخلق العفو والسماحة حيث لا  ينبغي العفو

→ Melakukan perlawanan merupakan penyempurna bagi sifat pemaaf, dan toleran yang perlu dilakukan pada saat-saat berdiam diri tidak memiliki arti.

-الانتصار من الباغي المعلن المصرّ أولى من العفو، والعفو عن النادم المقلع أولى

→ Melawan para penindas yang terang-terangan dan bersikeras melakukan kezaliman adalah lebih baik dibandingkan membiarkannya. Namun, membiarkan mereka yang sudah berhenti dan menyesali perbuatannya adalah lebih baik.

الشجاعة في الانتصار لا تتنافى مع قابلية العفو عن صاحب الفلتة

→ Berani melawan tidak bertentangan dengan sikap memaafkan orang yang telah menyesali perbuatannya. 

فتوى مالك بالانتصار من الظالم لئلا يغترّ ويسترسل في ظلمه

→ Fatwa Imam Malik untuk melawan kezaliman bertujuan untuk membuat kezaliman itu tidak semakin kuat dan merajalela.

القصد في الانتصار أن يكون بالمثل وألا يزيد عن ظلم المعتدي

→ Tujuan melawan adalah memberikan pembalasan secara setimpal dan tidak boleh melebihinya.

- يشترط في الحلم ألا يُخلّ بالمروءة، وإلاّ فالانتصار أولى

→ Disyaratkan dalam bersikap menahan diri (membiarkan) pada kezaliman adalah tidak boleh merusak (kewibawaan atau harga diri). Apabila merusak, maka melawan adalah lebih baik.

- في تفسير -الجَهْرَ بالسّوء ...- الأخذ على يد السفيه وكفّه عن الظلم

→ Dalam penafsiran ayat, "Berterus terang dengan perkataan buruk" berarti memusnahkannya dari tangan orang zalim dan mencegah kezalimannya

- موقف انتصار بين عائشة وزينب رضي الله عنهما

→ Contoh sikap perlawanan antara Aisyah dan Zaenab r.a.

- لا يجوز للمنتصر تجاوز حدّ العدل والإنصاف

→ Orang yang melakukan perlawanan tidak boleh melewati batas keadilan.

- المغلوب على أمره يدعو . والقادر ينتصر ولا فضيلة في عفو الضعيف

→ Orang yang tidak berdaya dianjurkan untuk meminta pertolongan. Adapun orang yang mampu dan kuat dianjurkan untuk melawan, dan membiarkan kezaliman yang dilakukan oleh orang lemah tidak ada manfaatnya.

- حمل القرطبي آية - ولَمَنْ صَبَرَ وغفرَ-  على غير المصرّ

→ Imam al-Qurtubi menafsirkan ayat "Tetapi, siapa yang sabar dan suka memaafkan, "dikhususkan bagi orang yang tidak bersikukuh dalam melakukan kezaliman. 

 خلق ( الانتصار ) يحيي في الأمة روح الجهاد -

→ Dengan sikap melawan berarti menghidupkan umat semangat jihad.


 ♥♥♥

Sumber:

 هذه اخلاقنا حين نكون مؤمنين

 The Most Perfect Habit

Mahmud Muhammad Al Hazandar


∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞

Catatan 

Silahkan bila ada masukan atau kesalahan - tinggalkan di kolom komentar dalam rangka penyempurnaan.


Dipersilahkan - share

Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar: