Label xxx

Senin, 02 Juni 2025

Persaingan yang baik - 03 BAB 05 Hadzihi Akhlaquna

 

التنفس الشريف


Kelima: Persaingan yang Baik


وفي ذلك فليتنافس المتنافسون


"Hendaknya orang berlomba-lomba dalam kebaikan."

لَيْسَ عَجِيْبًا أَنْ يَفُوْقَ امْرُؤٌ أَخَاهُ فِيْ عِلْمٍ أَوْ خِبْرَةٍ أَوْ فِيْ أَيِّ مَجَالٍ مِنْ مَجَالَاتِ الْحَيَاةِ 

Bukanlah suatu hal yang aneh apabila seorang muslim lebih unggul dari saudaranya dalam hal ilmu, pengalaman, atau dalam bidang-bidang kehidupan lain.

كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْمُسْتَهْجَنِ أَنْ يَسْعَى الْأَدْنَى لِلْحَاقِ بِالْأَعْلَى

Bukan pula suatu hal yang memalukan jika seseorang yang berada di bawah berusaha untuk menyusul orang yang berada di atas.

وَأَنْ يَبْذُلَ جُهْدَهُ لِلتَّفَوُّقِ عَلَيْهِ، فِيْ حُدُوْدِ ابْتِغَاءِ رِضَا اللهِ

Ia mengerahkan segenap kemampuannya agar menjadi unggul darinya selama dalam batas-batas mencari ridha Allah,

وَالسَّلَامَةِ مِنْ آفَاتِ الْكِبْرِ وَالْعُجْبِ وَالرِّيَاءِ

tidak sombong, tidak ujub, dan tidak riya;

وَبِقَيْدِ طَهَارَةِ الْمَشَاعِرِ الْقَلْبِيَّةِ، وَنَقَاءِ الْعَلَاقَاتِ الْأُخَوِّيَّةِ، وَبِضَابِطِ الْإِنْصَافِ، وَالْعَدْلِ فِي التَّقْوِيْمِ

dengan syarat hatinya tetap bersih dan persaudaraan tetap jernih, adil dalam menilai diri sendiri dan orang lain.

لِلنَّفْسِ وَلِلْآخَرِيْنَ بِحَيْثُ يُؤَدِّيْ ذٰلِكَ كُلُّهُ فِي النَّتِيْجَةِ إِلَى تَحْقِيْقِ مَصْلَحَةٍ إِسْلَامِيَّةٍ عُلْيَا، بَعِيْدًا عَنْ هَوَى النَّفْسِ وَتَقْدِيْسِ الذَّاتِ

Sehingga pada akhirnya, hal itu semua akan dapat merealisasikan kemaslahatan Islam yang tertinggi, jauh dari hawa nafsu dan pengkultusan diri.

حِيْنَ تَتَفَشَّى الْمُنَافَسَةُ الشَّرِيْفَةُ تَكُوْنُ وَقُوْدًا لِلْهِمَمِ، وَمُحَرِّضًا عَلَى الْبَذْلِ الْمُتَوَاصِلِ، وَسَبِيْلًا لِتَوْجِيْهِ الْأَبْصَارِ إِلَى أَعْمَالِ الْخَيْرِ

Jika persaingan yang baik telah tersebar, maka hal itu akan dapat menjadi bahan bakar untuk mencapai ridha Allah swt.; menjadi motivasi untuk terus-menerus mencurahkan tenaga; dan menjadi jalan untuk mengarahkan pandangan pada amal-amal yang baik.

الَّتِيْ يُفَجِّرُ التَّنَافُسُ فِيْهَا مَزِيْدًا مِنَ الْخَيْرِ لِلْفَرْدِ وَالْمُجْتَمَعِ، حَتَّى يُصْبِحَ الْفَرْدُ مِنْ هٰذِهِ الْأُمَّةِ يَتَطَلَّعُ دَائِمًا إِلَى الْأَسْمَى، وَكَيْفَ يَرْضَى بِالدُّوْنِ؟

Persaingan itu akan memperbanyak kebaikan bagi individu dan masyarakat sehingga individu umat ini terus meningkat kualitasnya ke tingkat yang tertinggi, Bagaimana mungkin ia rela dengan kerendahan, 

وَهُوَ الَّذِيْ يَطْمَحُ أَنْ يَجْعَلَهُ اللهُ لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا

sementara itu dialah yang berobsesi untuk menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.

وَهُوَ الَّذِيْ يَتَطَلَّعُ إِلَى الْفِرْدَوْسِ الْأَعْلَى وَصُحْبَةِ النَّبِيِّيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ

Dialah yang ingin mencapai surga Firdaus yang tertinggi, berkawan dengan para nabi, syuhada, dan orang-orang saleh.

وَهُوَ الَّذِيْ يَرْجُوْ أَنْ يَكُوْنَ مِنَ السَّابِقِيْنَ بِالْخَيْرَاتِ

Dialah yang bercita-cita ingin menjadi pelopor dalam hal kebaikan,

أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ    [المؤمنون: ٦١]

"Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya."

al-Mu'minuun [23]: 61

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ .. [البقرة: ١٤٨]

"Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan." al-Baqarah [2]: 148

خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ (١) [المطففين: ٢٦]

"Laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba." al-Muthaffifiin [83]: 26

وَمِنْ ذٰلِكَ التَّنَافُسِ الشَّرِيْفِ مَا جَاءَ فِي الْحَدِيْثِ الشَّرِيْفِ عَنِ الْقَائِمِ وَالْمُنْفِقِ: لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللهُ الْقُرْآنَ

Salah satu contoh persaingan yang baik ialah yang disebutkan. dalam sebuah hadits tentang seseorang yang rajin beribadah (al-qaaim) dan seseorang yang suka berinfak, "Tidak boleh dengki (hasad) kecuali seperti dua orang berikut: seseorang yang diajarkan Al-Qur'an oleh Allah,

هُوَ يَتْلُوهُ آناءَ اللَّيْلِ وَآناءَ النَّهَارِ، فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ فَقَالَ 

lalu ia membacanya sepanjang malam dan siang. Tetangganya mendengarnya lalu ia berkata,

لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَمَا أُوتِيَ فُلَانٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا، فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الْحَقِّ، فَقَالَ رَجُلٌ

Sekiranya aku diberikan seperti apa yang diberikan kepadanya maka aku akan berbuat seperti apa yang diperbuatnya. Dan seseorang yang diberikan harta oleh Allah, ia menghabiskan harta itu di jalan kebenaran. Lalu orang lain berkata, 

لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ

"Sekiranya aku diberikan harta seperti yang diberikan kepadanya maka aku akan berbuat seperti yang ia perbuat," Shahih Bukhari, dalam Kitab Fadha'il Al-Qur'an, bab 20, hadits 5026, Fat-hul-Bari, 9/73.

يَقُولُ ابْنُ حَجَرٍ : وَأَمَّا الْحَسَدُ الْمَذْكُورُ فِي الْحَدِيثِ فَهُوَ الْغِبْطَةُ

Ibnu Hajar menjelaskan, "Kedengkian (hasad) yang disebut dalam hadits itu ialah ghibthah.

وَأُطْلِقَ الْحَسَدُ عَلَيْهَا مَجَازًا

Ghibthah diungkapkan dengan kata hasad dalam hadits tersebut secara majaz.

وَهِيَ أَنْ يَتَمَنَّى أَنْ يَكُونَ لَهُ مِثْلُ مَا لِغَيْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَزُولَ عَنْهُ

Ghibthah artinya berharap memiliki sesuatu yang dimiliki oleh orang lain tanpa mengharapkan sesuatu itu hilang dari orang itu.

وَالْحِرْصُ عَلَى هَذَا يُسَمَّى مُنَافَسَةً فَإِنْ كَانَ فِي الطَّاعَةِ فَهُوَ مَحْمُودٌ ... (٢)

Melakukan hal itu disebut persaingan, jika persaingan itu dalam hal ketaatan, maka persaingan itu terpuji."

Fat-hul-Bari, 1/167 penjelasan bab 15, Kitab al-'Ilm. 

وَمِنْ صُوَرِ ذَلِكَ التَّنَافُسِ الشَّرِيفِ الْمُسَابَقَةُ إِلَى صُوَرٍ مِنَ الْعِبَادَةِ قَدْ لَا يَصْبِرُ عَلَى الْمُدَاوَمَةِ عَلَيْهَا

Salah satu bentuk persaingan yang baik ialah berlomba-lomba melakukan berbagai macam ibadah yang tidak dapat konsisten melaksanakannya

إِلَّا السَّابِقُونَ، وَذَلِكَ كَالْأَذَانِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ وَالتَّبْكِيرِ إِلَى الصَّلَوَاتِ، وَالْحِرْصِ عَلَى جَمَاعَتَيِ الْعِشَاءِ وَالْفَجْرِ

kecuali para pemenang, seperti azan, shaf pertama, takbiratulihraam (beriringan dengan imam), shalat isya' dan subuh berjamaah.

قَالَ لَهُ : لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا (٣)

Rasulullah ﷺ bersabda, "Seandainya kaum muslimin mengetahui keutamaan azan dan shaf pertama kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan mengadakan undian terlebih dahulu niscaya mereka akan melakukan undian. Seandainya mereka mengetahui keutamaan tahjir (bersegera) niscaya mereka berlomba melakukannya. Seandainya mereka mengetahui keutamaan shalat isya dan subuh berjamaah, niscaya mereka akan berangkat (ke masjid) untuk melaksanakannya walau dengan merangkak," Shahih Bukhari, Kitab al-Adzan, bab 9,hadits 615, Fat-hul-Bari, 2/96.

وَمِنَ الصُّوَرِ الْعَمَلِيَّةِ لِذَلِكَ التَّنَافُسِ الشَّرِيفِ مَا يَكُونُ بَيْنَ الْأَنْدَادِ مِنَ التَّسَابُقِ فِي الْخَيْرِ، كَالَّذِي كَانَ مِنَ الْمُسَابَقَةِ فِي الْبِرِّ بَيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا

Salah satu contoh persaingan yang mulia ialah berlomba-lomba dalam kebaikan bersama teman-teman, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar r.a.

وَمِنْ ذَلِكَ أَنَّهُمَا سَمِعَا ثَنَاءَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ عَلَى قِرَاءَةِ ابْنِ مَسْعُودٍ، بِقَوْلِهِ

Mereka berdua mendengar Rasulullah ﷺ menyanjung bacaan Ibnu Mas'ud r.a. dengan sabdanya,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَقْرَأَ الْقُرْآنَ غَضًّا كَمَا أُنْزِلَ فَلْيَقْرَأْهُ مَنِ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ (١)

"Barangsiapa yang ingin membaca Al-Qur'an (dengan bacaan) seperti (bacaanya saat ia) diturunkan, hendaknya ia belajar membacanya dari Ibnu Ummi Abd (Ibnu Mas'ud)."

Shahih Ibnu Majah, al-Albani, Mukadimah, bab 11, hadits 114/137 (shahih).

فَبَادَرَ عُمَرُ لَيْلًا لِيَنْقُلَ الْبُشْرَى لِابْنِ مَسْعُودٍ

Lalu di malam hari, Umar r.a. segera berangkat untuk menyampaikan berita gembira tersebut kepada Ibnu Mas'ud.

فَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : مَا جَاءَ بِكَ هَذِهِ السَّاعَةَ ؟ قَالَ عُمَرُ : جِئْتُ لِأُبَشِّرَكَ بِمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ

Lalu Ibnu Mas'ud berkata, "Apa yang membuat engkau datang di waktu (malam seperti) ini?" Umar menjawab, "Aku datang untuk memberikan berita gembira kepadamu yang diucapkan oleh Rasulullah."

قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : قَدْ سَبَقَكَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ عُمَرُ : إِنْ يَفْعَلْ فَإِنَّهُ سَبَّاقٌ بِالْخَيْرَاتِ، مَا اسْتَبَقْنَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَيْرًا قَطُّ إِلَّا سَبَقَنَا إِلَيْهَا أَبُو بَكْرٍ (٢)

Ibnu Mas'ud menjawab, "Abu Bakar telah mendahuluimu." Umar berkata, "Ia adalah pemenang dalam hal kebaikan. Jika kita berlomba, pasti dialah pemenangnya." Musnad Ahmad, 1/38 dari Umar bin Khaththab r.a., Ahmad Syakir menilai sanadnya shahih dalam Ta'lignya terhadap Musnad (265).

وَمِثْلُ هَذِهِ الصُّورَةِ تَكَرَّرَتْ عِنْدَمَا طَلَبَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مِنْ صَحَابَتِهِ أَنْ يَتَصَدَّقُوا

Hal seperti itu terjadi berulang kali. Pada suatu saat Rasulullah ﷺ meminta para sahabatnya bersedekah.

يَقُولُ عُمَرُ : وَوَافَقَ ذَلِكَ عِنْدِي مَالًا فَقُلْتُ : الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ - إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا - فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي

Umar bercerita, "Kebetulan saat itu aku memiliki harta. Aku berkata, 'Hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar, jika aku lebih dahulu menemui Rasululah ﷺ dengan membawa setengah hartaku."

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : ( مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ ؟ ) قُلْتُ : مِثْلَهُ، وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ ﷺ : ( يَا أَبَا بَكْرٍ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ ؟ ) فَقَالَ : أَبْقَيْتُ لَهُمُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، عِنْدَئِذٍ قَالَ عُمَرُ : لَا أَسْبِقُهُ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا (٣)

Rasulullah ﷺ bertanya, "Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?" Aku menjawab, "Setengah hartaku." Lalu Abu Bakar datang membawa seluruh harta yang ia miliki. Rasulullah ﷺ bertanya, "Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?" Abu Bakar menjawab, "Aku sisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya." Saat itu Umar berkata, "Aku tidak akan dapat mengalahkannya."

Shahih Sunan Tirmidzi, Kitab al-Manaqib, bab 41, hadits 2902/3939 (hasan).

هَكَذَا يَكُونُ التَّنَافُسُ بَيْنَ الْأَنْدَادِ بِحُبٍّ وَاحْتِرَامٍ

Beginilah persaingan yang baik antara sesama teman dengan penuh rasa cinta dan saling menghormati, 

وَلَيْسَ بِالْحِقْدِ وَالِامْتِهَانِ، أَمَّا التَّنَافُسُ غَيْرُ الشَّرِيفِ فَيَبْدَأُ فِيمَا بَيَّنَهُ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ

bukan dengan kedengkian. Adapun persaingan yang tidak baik ialah sebagaimana dijelaskan oleh an-Nawawi,

قَالَ الْعُلَمَاءُ : التَّنَافُسُ إِلَى الشَّيْءِ الْمُسَابَقَةُ إِلَيْهِ، وَكَرَاهَةُ أَخْذِ غَيْرِكَ إِيَّاهُ وَهُوَ أَوَّلُ دَرَجَاتِ الْحَسَدِ . وَأَمَّا الْحَسَدُ فَهُوَ تَمَنِّي زَوَالِ النِّعْمَةِ (٤)

Para ulama berkata, 'Bersaing untuk meraih sesuatu ialah berlomba meraihnya dan tidak suka orang lain mengambilnya.' Hal ini ialah awal kedengkian, sedangkan kedengkian ialah mengharapkan hilangnya nikmat (orang lain). Syarh Shahih Muslim, 18/308, penjelasan hadits 7 Kitab az-Zuhd.

وَمِثْلُ ذَلِكَ مَا بَيَّنَهُ ابْنُ حَجَرٍ: وَالتَّنَافُسُ مِنَ الْمُنَافَسَةِ: وَهِيَ الرَّغْبَةُ فِي الشَّيْءِ، وَمَحَبَّةُ الانْفِرَادِ بِهِ وَالْمُغَالَبَةُ عَلَيْهِ (٥)، 

Juga seperti penjelasan Ibnu hajar, "Tanaafus dari kata munaafasah (saling bersaing). Artinya, mencintai sesuatu, ingin memilikinya sendiri dan mengalahkan orang lain untuk meraihnya." Fat-hul-Bari 11/245, Penjelasan bab 7 Kitab ar-Riqaq.

وَفِي مَوْضِعٍ آخر قال عن الحسد : اَلْحَسَدُ تَمَنِّي الشَّخْصِ زَوَالَ النِّعْمَةِ عَنْ مُسْتَحِقٍّ لَهَا - أَعَمُّ مِنْ أَنْ يَسْعَى فِي ذَلِكَ أَوْ لَا - 

Ia juga menjelaskan, "Hasad (kedengkian) ialah mengharapkan hilangnya suatu nikmat dari orang lain yang memilikinya, baik ia berusaha (menghilangkan nikmat tersebut) maupun tidak.

فَإِنْ سَعَى كَانَ بَاغِيًا، وَإِنْ لَمْ يَسْعَ فِي ذَلِكَ، وَلَا أَظْهَرَهُ، وَلَا تَسَبَّبَ فِي تَأْكِيدِ أَسْبَابِ الْكَرَاهَةِ الَّتِي نُهِيَ الْمُسْلِمُ عَنْهَا فِي حَقِّ الْمُسْلِمِ، نَظَرَ

Jika ia berupaya (untuk menghilangkan nikmat tersebut), maka ia adalah seorang yang zalim. Apabila ia tidak berupaya, tidak menampakkan kedengkiannya dan tidak melakukan sesuatu yang dimakruhkan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim terhadap saudaranya yang muslim, maka perlu diperhatikan.

فَإِنْ كَانَ الْمَانِعُ لَهُ مِنْ ذَلِكَ الْعَجْزَ؛ بِحَيْثُ لَوْ تَمَكَّنَ لَفَعَلَ، فَهَذَا مَعْذُورٌ

Jika yang membuat ia tidak melakukannya ialah ketidaksanggupannya, seandainya ia sanggup niscaya ia lakukan, maka ia berdosa.

وَإِنْ كَانَ الْمَانِعُ لَهُ مِنْ ذَلِكَ التَّقْوَى، فَقَدْ يُعْذَرُ؛ لِأَنَّهُ لَا يَسْتَطِيعُ دَفْعَ الْخَوَاطِرِ النَّفْسَانِيَّةِ، فَيَكْفِيهِ فِي مُجَاهَدَتِهَا أَنْ لَا يَعْمَلَ بِهَا، وَلَا يَعْزِمَ عَلَى الْعَمَلِ بِهَا (١) 

 Jika yang membuat ia tidak melakukannya ialah ketakwaan, maka ia dapat dimaafkan; karena ia tidak kuasa menolak bisikan nafsunya. Ia cukup bermujahadah (berjuang) melawan hawa nafsunya itu dan tidak menurutinya." Fat-hul-Bari, 10/482. Dha'if al-Jaami' dengan lafal-lafal yang mirip dari Hasan secara mursal no. 2526.

وَأَحْيَانًا تُصِيبُ الْمَرْءَ مَشَاعِرُ لَا يَمْلِكُ مُدَافَعَتَهَا، فَأَقَلُّ مَا يَعْمَلُهُ إِيقَافُهَا عِنْدَ حَدِّ الْأَمَانِ كَمَا فِي الْحَدِيثِ

Terkadang seseorang mempunyai perasaan yang tidak dapat ditolaknya, maka minimal ia harus menghentikannya. Sebagaimana disebutkan dalam lam sebuah hadits,

ثَلَاثٌ لَا يَسْلَمُ مِنْهَا أَحَدٌ: اَلطِّيَرَةُ وَالظَّنُّ وَالْحَسَدُ

"Ada tiga hal yang tidak dapat dihindari oleh seseorang, yaitu atthiiyaratu (pesimis), prasangka dan dengki (hasad).

قِيلَ: فَمَا الْمَخْرَجُ مِنْهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا تَطَيَّرْتَ فَلَا تَرْجِعْ، وَإِذَا ظَنَنْتَ فَلَا تُحَقِّقْ، وَإِذَا حَسَدْتَ فَلَا تَبْغِ 

Lalu beliau ditanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana jalan keluarnya?" Beliau menjawab, "Jika engkau pesimis, maka jangan engkau lakukan kembali; jika engkau berprasangka, janganlah engkau realisasikan; jika engkau mendengki, janganlah berbuat zalim. "

Dimasukkan oleh Ibnu Hajar dalam al-Fat-h, 10/482. la tidak memberi komentar.

وَعَنِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ قَالَ: مَا مِنْ آدَمِيٍّ إِلَّا وَفِيهِ الْحَسَدُ، فَمَنْ لَمْ يُجَاوِزْ ذَلِكَ إِلَى الْبَغْيِ وَالظُّلْمِ، لَمْ يَتْبَعْهُ مِنْهُ شَيْءٌ. (٣)

Hasan Bashri berkata, "Setiap anak Adam memiliki rasa hasad (dengki). Barangsiapa yang kedengkian itu tidak menjadikannya berbuat zalim, maka ia tidak terkena apa-apa (tidak berdosa)." Fat-hul-Bari-10/482 dari penjelasan hadits 6064, bab 58, Kitab al-Adab. 

وَيُوَضِّحُ الْقُرْطُبِيُّ الْحَسَدَ الْمَذْمُومَ بِقَوْلِهِ

Al-Qurtubi menjelaskan hasad yang tercela dengan perkataannya,

فَالْمَذْمُومُ أَنْ تَتَمَنَّى زَوَالَ نِعْمَةِ اللهِ عَنْ أَخِيكَ الْمُسْلِمِ، وَسَوَاءٌ تَمَنَّيْتَ مَعَ ذَلِكَ أَنْ تَعُودَ إِلَيْكَ أَوْ لَا

"Hasad yang tercela ialah engkau mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari saudaramu yang muslim. Sama saja, apakah engkau berharap nikmat itu kembali kepadamu atau tidak.

وَإِنَّمَا كَانَ مَذْمُومًا لِأَنَّ فِيهِ تَسْفِيهَ الْحَقِّ سُبْحَانَهُ؛ وَأَنَّهُ أَنْعَمَ عَلَى مَنْ لَا يَسْتَحِقُّ! (٤)

Perbuatan hasad tercela karena seseorang yang hasad menganggap Allah bodoh. Menurutnya, Allah memberi nikmat kepada orang tidak berhak mendapatkannya. " 

Al-Jaami' li Ahkaam Al-qur'an, 2/71. Tafsir ayat ke-109 surat al-Baqarah.

وَهَٰذَا التَّنَافُسُ الَّذِي قَدْ يَئُولُ إِلَى الْحَسَدِ، هُوَ الَّذِي تَوَقَّعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا فُتِحَتْ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَارِسُ وَالرُّومُ فَقَالَ

Persaingan yang berubah menjadi rasa hasad inilah yang diramalkan oleh Rasulullah ﷺ jika Persia dan Romawi telah ditaklukkan oleh kaum muslimin. Beliau bersabda,"...

تَتَنَافَسُونَ، ثُمَّ تَتَحَاسَدُونَ، ثُمَّ تَتَدَابَرُونَ ثُمَّ تَتَبَاغَضُونَ 

kemudian kalian saling bersaing, kemudian kalian saling mendengki, kemudian kalian saling berpaling, kemudian kalian saling bermusuhan."

323 Shahih Muslim, Kitab az-Zuhd, bab 7, hadits 2962 Syarh an-Nawawi, 9/308. hadits 6064 Fat-hul-Bari, 10/481.

وَهُوَ الْمَنْهِيُّ عَنْهُ فِي قَوْلِ اللَّهِ: ﴿وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَافَسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا﴾ (٢)

Hal itulah yang dilarang oleh Rasulullah ﷺ, "Janganlah kalian saling mencari aib (orang lain); janganlah saling bersaing; janganlah saling mendengki; janganlah saling bermusuhan; janganlah saling berpaling; dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara." Shahih Bukhari, Kitab al-Adab, bab 57, 

وَأَخْشَىٰ مَا يَخَافُهُ الْمَرْءُ عَلَىٰ نَفْسِهِ أَنْ يَنْزَلِقَ إِلَى التَّنَافُسِ فِي الْمَعَاصِي أَوْ التَّنَافُسِ عَلَى الدُّنْيَا وَزِينَتِهَا 

Yang paling ditakutkan oleh seorang muslim ialah terjatuh ke dalam persaingan dalam hal maksiat atau bersaing meraih dunia dan perhiasannya.

وَقَدْ حَذَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّتَهُ مِنْ هَٰذَا الْمُنْزَلَقِ فَقَالَ

Rasulullah ﷺ telah memperingatkan umatnya agar tidak terjatuh dalam jurang ini. Beliau bersabda,

«إِنِّي فَرَطُكُمْ، وَأَنَا شَهِيدٌ عَلَيْكُمْ، وَإِنِّي وَاللَّهِ لَأَنْظُرُ إِلَىٰ حَوْضِي الْآنَ

"Sesungguhnya aku farath (pahala) kalian. Aku menjadi saksi atas kalian. Demi Allah, sesungguhnya aku melihat telagaku sekarang.

وَإِنِّي قَدْ أُعْطِيتُ مَفَاتِيحَ خَزَائِنِ الْأَرْضِ، وَإِنِّي وَاللَّهِ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تُشْرِكُوا بَعْدِي، وَلَٰكِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنَافَسُوا فِيهَا» (٣)

Aku telah diberikan kunci-kunci khazanah dunia. Demi Allah, aku tidak khawatir kalian musyrik setelah aku wafat, tetapi aku khawatir kalian bersaing memperebutkan dunia."

325 Shahih Bukhari, Kitab ar-Riqaq, bab 7, hadits 6426 

وَلَمَّا رَأَىٰ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسَارَعَةَ النَّاسِ عِنْدَمَا عَلِمُوا بِقُدُومِ أَبِي عُبَيْدَةَ بِأَمْوَالٍ مِنْ الْيَمَنِ قَالَ لَهُمْ

Ketika Rasulullah ﷺ melihat kaum muslimin tergesa-gesa ketika mereka mengetahui bahwa Abu Ubaidah datang dari Yaman membawa banyak harta, beliau bersabda,

فَوَاللّٰهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَىٰ عَلَيْكُمْ وَلٰكِنْ أَخْشَىٰ عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَىٰ مَنْ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوْهَا كَمَا تَنَافَسُوْهَا وَتُلْهِيَكُمْ كَمَا أَلْهَتْهُمْ (٤)

"Demi Allah, aku tidak mengkhawatirkan kefakiran menimpa kalian, tetapi aku khawatir dunia dibentangkan bagi kalian sebagaimana dibentangkan bagi orang-orang sebelum kalian, lalu kalian bersaing untuk memperebutkannya sebagaimana mereka bersaing memperebutkannya dan kalian dibuat lalai oleh dunia sebagaimana mereka dibuat lalai." Fat-hul-Bari, 11/243. Shahih Bukhari, Kitab ar-Riqaq, bab 7, hadits 6425 Fat-hul-Bari, 11/243).

إِنَّ مُجْتَمَعًا شَأْنُهُ التَّنَافُسُ الشَّرِيْفُ، يَتَسَابَقُ فِيْهِ الْأَطْفَالُ لِيُشَارِكُوْا فِي الْقِتَالِ، وَتَتَسَابَقُ فِيْهِ النِّسْوَةُ لِخِدْمَةِ الْمُجَاهِدِيْنَ، وَيَتَبَارَىٰ فِيْهِ النَّاسُ فِيْمَا يَحْفَظُوْنَ مِنْ كِتَابِ اللّٰهِ، وَفِيْمَا يَعْمَلُوْنَ بِهِ مِنْ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللّٰهِ ﷺ

Dalam suatu masyarakat yang memiliki persaingan yang baik, anak-anak lelaki bersaing untuk mengikuti peperangan, kaum wanita berlomba membantu para mujahid, orang-orang berlomba menghafal Al-Qur'an dan mengamalkan sunnah Rasulullah ﷺ.

وَحِينَ يَفْقِدُ مِثْلُ هَٰذَا الْجَوِّ النَّظِيفِ، يَكُونُ التَّنَافُسُ فِي الِاسْتِكْثَارِ مِنَ الْمَتَاعِ، وَفِي التَّهَافُتِ عَلَىٰ كُلِّ جَدِيدٍ. حَتَّىٰ يُصِيبَ أَحَدَهُمُ انْتِفَاشَةٌ جَوْفَاءُ، إِنْ هُوَ حَازَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَسْبِقْهُ إِلَيْهِ غَيْرُهُ

Jika suasana seperti ini tidak lagi dijumpai, terjadilah persaingan menumpuk materi, sehingga seseorang di antara mereka menghambur-hamburkannya dengan sia-sia, jika ia telah menguasai materi dan tidak dikalahkan oleh orang lain.

وَالْأَخْطَرُ مِنْ هَٰذَا كُلِّهِ تَنَافُسُ الْكَسَالَىٰ وَالْبَلِيدِينَ، الَّذِينَ يَنْتَظِرُونَ أَنْ تُصَبَّ نِعَمُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ صَبًّا، رَغْمَ بَلَادَتِهِمْ وَضَعْفِ هِمَمِهِمْ

Yang paling berbahaya ialah persaingan orang-orang pemalas dan bodoh yang hanya menanti kucuran nikmat Allah swt. meski mereka bodoh dan tidak memiliki tekad yang kuat.

وَإِنْ لَمْ تَغْمُرْهُمْ هَٰذِهِ النِّعَمُ وَهُمْ قَاعِدُونَ حَرَّكَتْهُمْ هِمَّةُ الشَّرِّ لِلْكَيْدِ لِمَنْ يَعْمَلُونَ، وَالتَّشَفِّي بِمَنْ يَفُوقُهُمْ، وَالْحَسَدُ لِمَنْ سَبَقَهُمْ

Jika mereka tidak mendapat kucuran nikmat itu (sementara mereka hanya menganggur), mereka digerakkan oleh keinginan jahat mereka untuk menipu orang-orang yang bekerja, mendendam dan dengki terhadap orang yang lebih unggul dari mereka.

وَالْحِقْدُ عَلَىٰ مَنْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ مِمَّا لَمْ يُنْعِمْ عَلَيْهِمْ، وَقَدْ حَذَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّىٰ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْلِهِ

Mereka iri hati terhadap orang yang diberikan nikmat oleh Allah sedang mereka tidak diberikan. Rasulullah ﷺ memperingatkan kita dengan sabdanya,

«دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ: الْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ، وَالْبَغْضَاءُ هِيَ الْحَالِقَةُ... حَالِقَةُ الدِّينِ لَا حَالِقَةُ الشَّعْرِ

"Kalian tertimpa panyakit umat-umat sebelum kalian, yaitu penyakit dengki dan permusuhan. Permusuhanlah yang menumbangkan agama, bukan mencabut rambut.

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا تُؤْمِنُوا حَتَّىٰ تَحَابُّوا

Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidak sempurna iman kalian sehingga kalian saling mencintai.

أَفَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِشَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ» (۱)

Maukah kalian aku tunjukkan suatu amal amal yang jika kalian lakukan, kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian.

327 Musnad Ahmad, 1/165 dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Turmidzi, no. 2038/2641 dihasankan oleh al-Arnauth, Jaami' al-Ushuul, 3/626. 328 Shahih Muslim, Kitab az-Zuhd, hadits 9/2963, Syarh an-Nawawi, 9/309.

وَالسَّلَامُ الْحَقِيقِيُّ هُوَ الِٱرْتِيَاحُ الْقَلْبِيُّ الْمُتَبَادَلُ، وَمَا التَّحِيَّةُ إِلَّا مَظْهَرًا مِنْ مَظَاهِرِهِ

Salam yang hakiki ialah ketenangan hati, pengucapannya hanyalah sebagai manifestasi ketenangan hati itu.

وَحِينَ يَشِيعُ مَجَالُ التَّنَافُسِ فِي الْخَيْرَاتِ، لَا يَتَطَلَّعُ الْمَرْءُ إِلَّا لِلْحَاقِ بِمَنْ يَفُوقُهُ وَرَعًا وَعِبَادَةً، وَدَعْوَةً وَجِهَادًا

Apabila persaingan dalam kebaikan telah tersebar, seseorang akan berusaha menyusul orang yang unggul dalam hal wara', ibadah, dakwah dan jihad.

وَالَّذِينَ يَمُدُّونَ أَعْيُنَهُمْ إِلَى مَا مَتَّعَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَ خَلْقِهِ، فَتُحَدِّثُهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ يُسَابِقُوهُمْ فِي الِاشْتِغَالِ بِالتَّكَاثُرِ مِنَ النِّعَمِ، أَوْ بِالنَّظَرِ إِلَيْهِمْ نَظْرَةَ الْحَسَدِ الْمَقِيتِ، يَرُدُّهُمْ قَوْلُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ

Sedangkan orang-orang yang memandang orang lain yang diberikan kenikmatan, lalu hawa nafsu mereka membisikkan mereka agar mereka mengalahkannya dalam hal memperbanyak nikmat harta atau memandang dengan kedengkian, maka Rasulullah ﷺ bersabda memperingati mereka,

«انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ؛ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ» (٢)

"Lihatlah orang di bawah kalian, jangan kalian lihat orang di atas kalian, yang demikian itu lebih baik bagi kalian agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah." Shahih Muslim, Kitab az-Zuhd, hadits 9/2963, Syarh an-Nawawi, 9/309. 

وَمِنْ أَقْوَالِ الْعُلَمَاءِ الَّتِي اسْتَشْهَدَ بِهَا النَّوَوِيُّ فِي فَهْمِ الْحَدِيثِ

Ada beberapa perkataan ulama yang dijadikan syaahid (dalil) oleh Imam Nawawi dalam memahami hadits tersebut,

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ وَغَيْرُهُ: هَذَا حَدِيثٌ جَامِعٌ لِأَنْوَاعٍ مِنَ الْخَيْرِ؛

"Ibnu Jarir dan ulama lainnya berkata, 'Hadits itu mengandung banyak kebaikan,

لِأَنَّ الْإِنْسَانَ إِذَا رَأَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا، طَلَبَتْ نَفْسُهُ مِثْلَ ذَلِكَ، وَاسْتَصْغَرَ مَا عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى

sebab jika seseorang melihat kepada orang lain yang memiliki kelebihan nikmat, jiwanya akan meminta nikmat sebanyak itu dan ia meremehkan nikmat Allah yang ada padanya.

وَحَرَصَ عَلَى الِازْدِيَادِ، لِيَلْحَقَ بِذَلِكَ أَوْ يُقَارِبَهُ، هَذَا هُوَ الْمَوْجُودُ فِي غَالِبِ النَّاسِ

Ia berusaha memperbanyak harta lagi agar bisa menyusulnya atau mendekatinya. Inilah yang banyak terjadi di masyarakat.

وَأَمَّا إِذَا نَظَرَ فِي أُمُورِ الدُّنْيَا إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ فِيهَا، ظَهَرَتْ لَهُ نِعْمَةُ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ، فَشَكَرَهَا، وَتَوَاضَعَ، وَفَعَلَ فِيهِ الْخَيْرَ (١)

Jika dalam urusan dunia seseorang melihat kepada orang lain yang lebih rendah darinya niscaya nikmat Allah akan tampak jelas baginya lalu ia mensyukurinya, bersikap tawadhu dan ternyata Allah telah berbuat baik kepadanya." Syarh an-Nawawi li Shahih Muslim, 9/308-309 penjelasan hadits 9 Kitab az-Zuhd.

وَهَذَا الصِّنْفُ مِنَ النَّاسِ أَشَارَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ حِينَ سُئِلَ

Golongan manusia seperti ini diisyaratkan oleh Rasulullah ketika beliau ditanya,

أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقِ اللِّسَانِ" (قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ؟ قَالَ: هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لَا إِثْمَ فِيهِ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ (٢)

"Manusia manakah yang lebih utama?" Beliau bersabda, "Setiap orang yang makhmuumulqalbi, berlisan jujur." Mereka berkata, "Berlisan jujur kami mengerti, tetapi apakah makhmuumulqalbi itu?" Beliau menjawab, "Orang yang bertakwa, bersih (hatinya), tidak berbuat dosa, tidak berbuat zalim dan tidak mendengki. 330 Shahih Sunan Ibnu Majah, oleh al-Albani, Kitab az-Zuhd, bab 24, hadits 3397/3216 (shahih).

وَلَا يَكْتَمِلُ الْإِيمَانُ فِي قَلْبِ مَنِ انْجَرَفَ بِهِ التَّنَافُسُ غَيْرُ الشَّرِيفِ إِلَى الْحَسَدِ كَمَا فِي قَوْلِهِ ﷺ: "... وَلَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ: الْإِيمَانُ وَالْحَسَدُ" (٣)

Orang yang mengubah persaingan yang baik menjadi kedengkian tidak sempurna imannya, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ, "Keimanan dan kedengkian tidak bersatu dalam hati seorang hamba." Shahih Sunan an-Nasa'i, oleh al-Albani, Kitab al-Jihad, bab 8, hadits 29.12 (hasan).

وَلِلْحَسَدِ عَوَاقِبُ وَخِيمَةٌ عَلَى الْحَاسِدِ قَبْلَ غَيْرِهِ ، وَفِي بَيَانِ بَعْضِ عَوَاقِبِ الْحَسَدِ يَقُولُ الْقُرْطُبِيُّ

Kedengkian banyak memiliki banyak akibat yang sangat berbahaya. Al-Qurthubi menjelaskan,

وَالْحَسَدُ مَذْمُومٌ، وَصَاحِبُهُ مَغْمُومٌ وَهُوَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ

"Kedengkian merupakan perbuatan yang tercela. Orang yang dengki selalu sedih dan kedengkian itu akan memakan kebaikan."

وَقَالَ الْحَسَنُ : مَا رَأَيْتُ ظَالِمًا أَشْبَهَ بِمَظْلُومٍ مِنْ حَاسِدٍ ؛ نَفَسٌ دَائِمٌ، وَحُزْنٌ لَازِمٌ، وَعَبْرَةٌ لَا تَنْفَدُ 

Al-Hasan berkata, "Aku tidak mendapati orang yang zalim yang sangat mirip dengan orang yang dizalimi selain orang yang dengki. Ia selalu iri hati dan selalu sedih."

وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ : لَا تُعَادُوا نِعَمَ اللَّهِ . قِيلَ لَهُ : وَمَنْ يُعَادِي نِعَمَ اللَّهِ ؟ قَالَ : الَّذِينَ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَىٰ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۚ (١)

Abdullah bin Mas'ud berkata, "Janganlah kalian melawan nikmat Allah." la ditanya, "Siapakah yang melawan nikmat Allah?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Yaitu orang-orang yang dengki terhadap orang lain karena orang lain itu mendapatkan karunia dari Allah." Dikutip dari al-Jaami' li Ahkaam Al-Qur'an, 5/251 tafsir ayat 55 surat an-Nisaa'.

وَمَا شُرِعَتِ الِاسْتِعَاذَةُ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (٢)

Kita diperintahkan berlindung dari "Kejahatan orang yang dengki jika ia mendengki". Ayat ke-5 surat al-Falaq.

إِلَّا لِمَا يَدْفَعُهُ إِلَيْهِ تَنَافُسُهُ غَيْرُ الشَّرِيفِ: مِنْ كَيْدٍ، وَمَكْرٍ وَحِيلَةٍ، وَوَقِيعَةٍ، وَمَا ذَنْبُ الْمَحْسُودِ إِلَّا أَنَّ اللَّهَ فَضَّلَهُ بِبَعْضِ نِعَمِهِ

karena persaingannya yang buruk menjadikannya membuat tipu daya dan berbuat licik. Orang yang didengki tidak memiliki dosa apa-apa, ia hanya dikaruniakan nikmat oleh Allah

أَوْ وَفَّقَهُ لِاغْتِنَامِ وَقْتِهِ وَقُدُرَاتِهِ، إِلَىٰ أَنْ حَازَ قَدَمَ السَّبْقِ، وَصَارَ مَحَطَّ الْأَنْظَارِ

atau diberi taufik dalam memanfaatkan waktu dan tenaganya sehingga ia menjadi unggul dan menjadi perhatian orang lain.

يَقُولُ الشَّوْكَانِيُّ: (وَمَعْنَىٰ إِذَا حَسَدَ: إِذَا أَظْهَرَ مَا فِي نَفْسِهِ مِنَ الْحَسَدِ، وَعَمِلَ بِمُقْتَضَاهُ، وَحَمَلَهُ الْحَسَدُ عَلَىٰ إِيقَاعِ الشَّرِّ بِالْمَحْسُودِ) (٣)

Asy-Syaukani berkata, "Arti idzaa hasad ialah jika ia menampakkan kedengkiannya dan melakukan kejahatan terhadap orang yang didengkinya." Fat-hul-Qadir, oleh asy-Syaukani 5/521 ketika menafsirkan surat al-Falaq.

قَدْ تَتَكَرَّرُ قِصَّةُ ابْنَيْ آدَمَ

Kisah anak Adam disebutkan berulang kali, Allah berfirman,

إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ ۖ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ [المائدة: ٢٧]

"Ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), 'Aku pasti membunuhmu!" Qs. 5 al-Maidah 27

وَالسَّعِيدُ مَنْ ثَبَّتَهُ اللَّهُ عَلَىٰ أَلَّا يُقَابِلَ الْإِسَاءَةَ بِالْإِسَاءَةِ كَمَا فَعَلَ ابْنُ ءَادَمَ الْأَوَّلُ حِينَ قَالَ

Orang yang bahagia ialah orang yang tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, sebagaimana dilakukan oleh anak Adam yang pertama. Ia berkata,

لَئِنۢ بَسَطتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَآ أَنَا۠ بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ [المائدة: ٢٨]

"Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam." (al-Maidah [5]: 28)

وَتَتَكَرَّرُ الْقِصَّةُ فِيٓ أَبْنَآءِ ءَادَمَ حَسَدًا عَلَىٰ دُنْيَا، أَوْ غِيرَةً مِّن صَلَاحٍ وَهِمَّةٍ أَوْ غَيْرِ ذَٰلِكَ

Kisah tersebut seringkali kembali terjadi pada manusia yang merupakan keturunan Adam karena kedengkian atas nikmat dunia mereka.

وَمِنْ أَقْبَحِ الْحَسَدِ: مَا يَكُونُ مِنَ الْمُنَعَّمِينَ وَالسَّبَّاقِينَ فِي كَثِيرٍ مِّن مَّجَالَاتِ الْحَيَاةِ، وَكَأَنَّمَا يُرِيدُونَ احْتِكَارَهَا لِأَنفُسِهِمْ

"Dan termasuk hasad yang paling buruk adalah yang datang dari orang-orang yang hidup dalam kemewahan dan yang telah lebih dahulu unggul dalam banyak bidang kehidupan, seolah-olah mereka ingin memonopoli semua itu hanya untuk diri mereka sendiri.

يَقُولُ صَاحِبُ الظِّلَالِ: «إِنَّهُ لَمِنْ أُمِّ الْحَسَدِ: أَنْ يَحْسُدَ ذُو النِّعْمَةِ الْمَوْهُوبَ، لَقَدْ يَحْسُدُ الْمَحْرُومُ وَيَكُونُ الْحَسَدُ مِنْهُ رَذِيلَةً

Pemilik tafsir az-Zilāl (Sayyid Qutb) berkata: 'Termasuk bentuk hasad yang paling mendasar adalah ketika orang yang telah diberi nikmat merasa iri terhadap orang lain yang juga mendapatkan anugerah. Memang, orang yang tidak memiliki bisa saja iri, dan iri dengki darinya tetap merupakan akhlak tercela.

أَمَّا أَنْ يَحْسُدَ الْمَغْمُورُ بِالنِّعْمَةِ فَهَٰذَا هُوَ الشَّرُّ الْأَصِيلُ الْعَمِيقُ..» (٤)

Tetapi jika orang yang telah dipenuhi dengan nikmat iri terhadap orang lain, maka itulah kejahatan yang paling mendalam dan hakiki.'"

335 Fii Zhilal Al-Qur'an, 2/683 ayat 55 surat an-Nisaa'.

وَمِنْ أَبْوَابِ السُّقُوطِ فِي التَّنَافُسِ غَيْرِ الشَّرِيفِ

Hal-hal yang dapat menjatuhkan seseorang ke dalam persaingan yang tidak baik di antaranya,

مَا يَكُونُ بَيْنَ الْأَنْدَادِ وَالْمُتَشَابِهِينَ مِنْ عُلَمَاءِ الْفَنِّ الْوَاحِدِ، أَوِ الْمِهْنَةِ الْوَاحِدَةِ، أَوِ الْمَنْزِلَةِ الِاجْتِمَاعِيَّةِ، أَوِ الْمَرْتَبَةِ الْإِدَارِيَّةِ

Iri dengki yang terjadi di antara sesama yang setara dan serupa — seperti para ahli dalam bidang yang sama, atau dalam profesi yang sama, atau dalam status sosial yang setara, atau pada jenjang jabatan administratif yang sama...

حَيْثُ يَتَتَبَّعُ كُلُّ وَاحِدٍ سَقَطَاتِ الْآخَرِ، بَدَلًا مِنْ أَنْ يُعْمِلَ الْفِكْرَ وَالْجُهْدَ لِتَقْدِيمِ الْأَنْفَعِ وَالْأَصْلَحِ وَالْأَبْدَعِ

Di mana masing-masing dari mereka justru sibuk mencari-cari kesalahan dan kejatuhan yang lain, alih-alih mencurahkan pikiran dan usaha untuk menghadirkan sesuatu yang lebih bermanfaat, lebih baik, dan lebih kreatif.

وَيُشَخِّصُ ابْنُ قُدَامَةَ الْمَقْدِسِيُّ هَذَا الْمَرَضَ فَيَقُولُ

Ibnu Qudamah telah mendeteksi penyakit ini. Ia berkata,

تَعَلَّمْ أَنَّ النَّفْسَ قَدْ جُبِلَتْ عَلَى حُبِّ الرِّفْعَةِ، فَهِيَ لَا تُحِبُّ أَنْ يَعْلُوهَا جِنْسُهَا

"Ketahuilah bahwa jiwa manusia bertabiat mencintai ketinggian, ia tidak ingin orang lain mengalahkannya.

فَإِذَا عَلَا عَلَيْهَا شَقَّ عَلَيْهَا، وَكَرِهَتْهُ، وَأَحَبَّتْ زَوَالَ ذَلِكَ لِيَقَعَ التَّسَاوِي

Jika orang lain menjadi lebih tinggi darinya, maka hal itu terasa berat baginya. la benci dan menginginkan kedudukan tinggi itu hilang dari orang lain itu, supaya terjadi kedudukan yang sama.

وَهَذَا أَمْرٌ مَرْكُوزٌ فِي الطِّبَاعِ

Hal ini sudah menjadi tabiat manusia.

فَأَمَّا إِنْ أَحَبَّ أَنْ يَسْبِقَ أَقْرَانَهُ، وَيَطَّلِعَ عَلَى مَا لَمْ يُدْرِكُوهُ، فَإِنَّهُ لَا يَأْثَمُ بِذَلِكَ

Adapun, jika ia ingin mengalahkan teman-temannya dan ingin meraih sesuatu yang belum diraih oleh mereka, maka ia tidak berdosa.

لِأَنَّهُ لَمْ يُؤْثِرْ زَوَالَ مَا عِنْدَهُمْ عَنْهُمْ، بَلْ أُحِبُّ الْاِرْتِفَاعَ عَنْهُمْ؛ لِيَزِيدَ حَظُّهُ عِنْدَ رَبِّهِ (۱)

Karena ia tidak menginginkan hilangnya nikmat atau karunia orang lain. Ia hanya ingin lebih tinggi dari mereka agar ia mendapat bagian yang lebih di sisi Tuhannya. " Mukhtashar Minhaaj al-Qasidin, hlm. 202. 

وَالْأَمْرُ خَطِيرٌ يَحْتَاجُ إِلَىٰ ضَبْطِ الْمَشَاعِرِ، وَتَنْقِيَةِ الْقَلْبِ وَإِخْلَاصِ الْقَصْدِ لِئَلَّا يَخْرُجَ هَٰذَا التَّنَافُسُ عَنِ الْحَدِّ الْمَحْمُودِ إِلَى الْحَسَدِ وَالتَّبَاغُضِ

Perkara ini sangat penting, perlu pengaturan perasaan dengan baik, pembersihan hati dan niat yang ikhlas supaya persaingan yang baik dan terpuji tidak berubah menjadi permusuhan dan kedengkian.

وَمِنْ بُشْرَىٰ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ لِأَصْحَابِ التَّنَافُسِ الشَّرِيفِ، وَالْبَرَاءَةِ مِنَ التَّحَاسُدِ

Rasulullah ﷺ memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang bersaing dengan baik dan tidak saling mendengki,

أَنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ قُلُوبُهُمْ عَلَىٰ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ ؛ لَا تَبَاغُضَ بَيْنَهُمْ وَلَا تَحَاسُدَ (۲)

bahwa golongan pertama yang masuk surga adalah orang-orang yang "hati-hati mereka bagaikan hati satu orang. Mereka tidak saling bermusuhan dan tidak saling mendengki." Shahih al-Bukhari, Kitab Bad'il Khalqi, bab 8, hadits 3254 (Fath al-Baarii 6/320).

وَلَا يُمْكِنُ أَنْ يَتَمَاسَكَ مُجْتَمَعُ السَّاعِينَ لِاسْتِئْنَافِ الْمُجْتَمَعِ الْإِسْلَامِيِّ الْكَبِيرِ، مَا لَمْ يَتَطَهَّرْ مُجْتَمَعُهُمُ الصَّغِيرُ النَّاشِئُ مِنَ الْكَيْدِ وَالتَّحَاسُدِ، وَمَا لَمْ يُسْتَنْزَفْ جُهُودُهُمُ التَّنَافُسُ فِي الْخَيْرَاتِ

"Dan tidak mungkin masyarakat para pejuang yang ingin membangun kembali masyarakat Islam yang agung dapat kokoh, selama masyarakat kecil mereka yang sedang tumbuh belum bersih dari tipu daya dan saling dengki, dan selama upaya mereka belum sepenuhnya tercurahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan."


خُلَاصَةُ هَذَا الْفَصْلِ وَعَنَاصِرُهُ

KESIMPULAN

مِنْ أَخْلَاقِنَا فِي الْأُخُوَّةِ

"Di antara akhlak kita dalam (menjalin) ukhuwah (persaudaraan):"


 * اَلتَّفَاوُتُ بَيْنَ النَّاسِ أَمْرٌ قَدَرِيٌّ وَطَبِيعِيٌّ

Perbedaan di antara manusia adalah perkara takdir dan alami.

 * اَلْمُنَافَسَةُ الشَّرِيفَةُ تُحَرِّكُ الْهِمَمَ إِلَى الْخَيْرَاتِ

Persaingan yang baik dapat menggerakkan semangat untuk melakukan kebaikan.

   * أَكْثَرُ مَا يَكُونُ التَّنَافُسُ فِي الطَّاعَاتِ الْبَدَنِيَّةِ وَالْمَالِيَّةِ

Persaingan yang baik banyak terjadi dalam hal ibadah, baik ibadah dengan harta maupun dengan fisik.

 * قَدَّمَ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَطْهَرَ صُوَرِ التَّنَافُسِ بَيْنَ الْأَنْدَادِ

Para sahabat Nabi ﷺ memberikan contoh terbaik dalam hal persaingan yang baik di antara mereka.

 * اَلْخُطُورَةُ أَنْ يَنْقَلِبَ التَّنَافُسُ إِلَى التَّحَاسُدِ

Suatu hal yang sangat berbahaya ialah jika persaingan berubah menjadi sikap saling dengki.

 * أَكْثَرُ مَا يَكُونُ التَّحَاسُدُ بَعْدَ انْفِتَاحِ الدُّنْيَا عَلَى النَّاسِ

Sifat saling dengki banyak terjadi setelah (kekayaan) dunia di bukakan bagi manusia.

 * اَلْمُجْتَمَعُ النَّظِيفُ يَعُمُّ فِيهِ التَّنَافُسُ الشَّرِيفُ

Persaingan yang baik terdapat dalam suatu masyarakat yang bersih.

 * اَلْإِيمَانُ وَالْحَسَدُ لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ

Iman dan kedengkian tidak dapat bersatu dalam hati seorang hamba. 

 * شَرُّ الْحَاسِدِ مَا يَدْفَعُهُ إِلَيْهِ حَسَدُهُ مِنْ كَيْدٍ وَمَكْرٍ

 Kejahatan orang yang mendengki ialah tipu daya dan makarnya.

 * مِنْ أَقْبَحِ الْحَسَدِ

Kedengkian yang paling buruk:

 * مَا يَكُونُ مِنْ حَسَدِ الْمُنْعَمِ لِمَنْ دُونَهُ

Dengkinya orang yang memiliki banyak nikmat terhadap orang lain yang lebih rendah darinya

* مَا يَكُونُ بَيْنَ الْأَنْدَادِ فِي الْعِلْمِ وَالْمَنْزِلَةِ

Dan kedengkian di antara sesama ahli di suatu bidang ilmu atau di suatu kedudukan.

 * أَوَّلُ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ... لَا تَبَاغُضَ بَيْنَهُمْ وَلَا تَحَاسُدَ

Golongan pertama yang masuk surga tidak memiliki sifat saling dengki dan bermusuhan.


📙📙  Sumber:

 هذه اخلاقنا حين نكون مؤمنين

The Most Perfect Habit

Mahmud Muhammad Al Hazandar

∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞

Catatan 

Silahkan bila ada masukan atau kesalahan - tinggalkan di kolom komentar dalam rangka penyempurnaan.


Dipersilahkan - share

Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar: